Ketika komunitas Mamah Gajah Ngeblog memilih untuk menulis tema “Pengalaman Travel Yang Berkesan”, saya nggak punya banyak pilihan bahan tulisan. Selama hidup, saya nggak banyak berjalan-jalan kecuali daerah lokal saja.
Cuma sedikit kali saya keluar Pulau Jawa, yaitu ketika ke Belitung, Makassar dan Ternate. Sekali karena pure ingin liburan, kedua karena pekerjaan dan ketiga demi mengantar almarhum Tante berpulang ke tanah kelahiran.
Setelah menulis kangen masa 90an, kini saatnya cerita satu masa di tahun 2010. Untuk tema ini sepertinya saya memilih perjalanan ke Ternate sebagai perjalanan paling berkesan. Memang sudah 12 tahun lalu, tapi masih memorable. Alasannya karena ini:
Kenapa Travel ke Ternate
Perjalanan ini cukup spesial karena saya cuma traveling berdua sama Ibu dan Tante. Mostly sama Ibu aja. Kondisinya tidak murni mau berjalan-jalan karena kebetulan alm. Tante sakit dan sudah tidak tertolong lagi.
Sehingga aura perjalanan menjadi sedikit pilu, karena Tante sudah kesakitan dan tinggal menghitung beberapa bulan sebelum benar-benar dipanggil oleh-Nya. Bahkan di kondisi seperti itu almarhum Tante masih bersimpati pada ponakannya, “Kasihan kamu, pulang ke Ternate malah sambil antar Tante.”
Di saat itu sih saya tidak berpikir macam-macam. Saya cuma mau kembali menginjak tanah asal keluarga saya, saat saya masih bisa dan mampu. Maklum, terakhir waktu umur 2 tahun.
Keputusan yang tidak meleset karena beberapa tahun kemudian saya sudah menikah dan tidak semudah kala single kalau mau traveling kemana-mana. Ini juga perjalanan yang terasa private karena cuma berdua sama Ibu.
Kenangan Yang Berkesan
Perjalanan ke Ternate
Untuk pergi ke Ternate, saya dan Ibu transit dulu di Makassar. Karena mencari tiket murah, akhirnya pergi jam 1 pagi dan sampai Ternate jam 5an subuh. Ngantuknya kaya apa.
Lucunya di pesawat saya udah ngantuk berat, ada penumpang lain dengan parfum bau merebak bikin susah tidur. Akhirnya saya tidur dengan wajah berbalut pashmina, sampai Ibu saya tertawa melihatnya.
Sampai Ternate langsung disambut hangat sama keluarga, tapi badan sungguh berat ke kasur. Keluarga Ibu banyak sekali di Ternate, sehingga hampir tiap hari ada yang mendatangi rumah Om yang kami inapi.
Begitupun alm. Tante, karena dia senang berkawan sehingga banyak teman mendatangi rumahnya pagi hingga malam. Di sela-sela itu dia masih merasa bersalah sama saya karena bilang, “Kasihan kamu, jadi nggak bisa jalan-jalan.”
Meski awalnya fokus mengurus Tante, tapi sisa perjalanan di Ternate saya masih sempat jalan-jalan ke berbagai spot, kok. Lagipula banyak deh yang saya ‘dapat’ dari perjalanan ini.
Momen Berkesan
Kalau dihitung, perjalanan di Ternate saat itu sampai 5 hari. Molor karena seharusnya 3 hari saja. Kondisinya karena Mama saya terlihat masih kangen pada kota asalnya dan masih betah.
Padahal di hari ke 3 saya udah nggak betah juga, karena udah lama gak pegang komputer (belum pegang smartphone yes). Lagipula, sesekali rumah yang didatangi suka mati lampu.
Namun diantara itu, ada kok momen-momen berkesan seperti ini:

- ‘Diculik’ sepupu-sepupu malam setiba Ternate, diajak mengitari kota lalu makan pisang goreng di pinggir jalan. Main ke pasar malam untuk dibuatkan kalung silver dengan hiasan nama (entah kenapa digiring kesini, sepertinya khas sekali dan murah ongkosnya)
- Mengunjungi beberapa landmark Ternate sambil foto-foto, seperti Danau Tolire, Benteng Tolukko dan Pantai Sulamadaha.
- Makan pisang goreng di depan gunung Sumaladaha, Pulau Matara dan Pulau Tidore. Pemandangan yang diabadikan dalam uang seribu rupiah. Juga sambil foto-foto. Best fried banana ever!

- Jalan-jalan berdua saja sama Ibu keliling pulau sama Ibu. Biasanya kan berbagi sama 2 kakak.
- Menginap di rumah alm. Om yang kelihatan galak tapi favorit
- Menemani Ibu tonton sinetron jam… 10 malam karena mengikuti waktu Indonesia Timur. Tentu saja mata tidak kuat lagi dan udah males juga ngeliatin sinetron jam segitu.
- Jalanan di Ternate itu sepiii dan lengang (waktu itu), tidak padat berjejal seperti Jakarta. Mobil juga jalannya pelan dan santai. Karena kehidupan yang relatif santai ini, kadang nggak biasa juga. Biasa mobilitas tinggi, karena dulu terbiasa kantoran.
Diantara itu juga saya semakin bangga jadi orang Ternate karena penghasil rempah dan disebut The Spice Island. Hasil lautnya juga melimpah. Semoga pemerintah semakin bisa mengelola hasil alam Ternate.
Saya nggak akan lupa laut biru Ternate dan selagi disana saya merasa sangat familiar walau baru kedua kali disana.

Penutup
Alm. Tante berpulang beberapa bulan setelah kami antar. Ibu ingin lagi melayat tapi memutuskan untuk tidak ke Ternate, namun belakangan ia menyesal. Semoga dosa-dosa Tante dihapuskan dengan sakitnya dan segala kebaikannya dibalas.
Moga-moga bisa visit Ternate lagi. Sambil bawa keluarga sekalian belajar salah satu root-nya, bisa jadi satu pelajaran homeschooling.
Apa ada yang pernah juga ke Ternate? Yuk ditunggu komentarnya.
Tulisan ini dibuat untuk setoran tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Februari dengan tema Pengalaman Travel Yang Berkesan.
Update: Alhamdulillah mendapat sedikit prestasi


Teh Andina dari Ternate ternyata..yang aku ingat dari Ternate, kotanya mengelilingi Gunung Gamalama. Jadi kalau keliling pulau, tengok kanan pemandangan gunung, tengok kiri pemandangan laut, sesuatu yang jarang didapat di Pulau Jawa. Dan setuju, pisang goreng disana enak banget ya. Mungkin karena makannya sambil lihat pemandangan.hehehe
Aamin ya rabb, semoga almarhum Tante husnul khotimah ya Andina. Ikut lega dengan keputusan Andina mau diajak ke Ternate, karena di tahun-tahun berikutnya, apalagi setelah menikah, akan sangat sulit untuk mengunjungi hometown Ibunda.
Dan, aamiin, semoga pemerintah bisa mengelola hasil alam Ternate dengan optimal. 🙂
Aduuh foto pisang goreng dan laut biru jernihnya bikin terpesona. Wah indahnya. 🙂
Ternate masuk wishlist aku, dan semoga bisa kesampaian kesana
kagum sama Bentengnya yang masih berdiri kokoh ya
Orang tuaku sempat tugas di Ternate setahun. Cuma waktu itu belum sempat ikutan mampir ke sana karena kuliah di Bandung. Kota kecil yang menarik ya katanya. Baru tahu kalau Andina punya darah sana.
Aku jadi pengen ke Ternate lagi lho Andina, dan jadi ingat belum sempat juga nulis kisah Ternate hehe.
Hal paling di ingat dari Ternate adalah orangnya baik-baik, makanan mahal tapinya. Ada yang murah, durian, waktu itu nongkrong sore-sore di pelabuhan, ada kapal baru datang dari Halmahera, harga durian hanya 10 ribu dapat 10 biji haha, ampe ga abis dan akhirnya ditukar jadi manggis
note … timur Indonesia itu impianku he3 …
semoga bisa jalan-jalan ke ternate juga aamiin.
perjalanan yang berkesan ya teh Andina, campur aduk perasaannya karena anter tante pulang.
salam jalan-jalan
duuhhh langsung kepingin pisang goreng, kayaknya enak bgt pisang goreng di sana. Di Ternate makan pisang goreng dengan sambal juga kah teh?
Wah harus dicatat nih di wish list untuk mengunjungi Ternate. Tempat yang biasanya cuma aku baca di buku mata pelajaran Sejarah :”)
Aku belum pernah ke Ternate. Dipikir-pikir, masih banyak kota di Indonesia yang belum kukunjungi. Sebenarnya udah ada keingnan jalan-jalan ke kota-kota di Indonesia, eeeeh kalah cepat keinginan hati sama pandemi.
Sekarang di Ternate masih banyak saudara kah? atau para saudara udah merantau juga? Semoga kesampaian ya bisa jalan-jalan lagi ke Ternate.
Waah blog baru ternyata. Ditunggu tulisan selanjutnya teh!
Btw aku baru tahu ternyata teh Andin turunan Ternate. Semoga bisa jalan-jalan lagi ke Ternate ya tehh.. ajak anak akan lebih meaningful pasti.
Pingback: Makanan Ternate Yang Membekas Di Hati - tulisandin
Pingback: 15 Hal Tentang Saya, Ternate dan Jakarta - tulisandin