Homeschooling adalah sebuah metode belajar yang dilakukan di rumah, tapi bukan sekolah yang dirumahkan. Homeschooling adalah contoh pendidikan jenis informal dengan background keluarga. Orangtua terlibat aktif dalam edukasi anak dan dapat bertanggung jawab penuh, maupun mendapat bantuan eksternal. Ini sepemahaman saya yang masih minim ilmu HS.
Memutuskan untuk melaksanakan homeschooling untuk anak bukan sesuatu yang spontan buat saya. Walaupun ide tersebut dicetuskan suami, tapi sebenarnya saat single di masa kuliah/bekerja terbersit ingin anak untuk homeschooling saja.
Jadi inilah alasan homeschooling dari saya:
Pengalaman Pribadi Sekolah Formal
Pemikiran ini karena berkaca dengan pengalaman pribadi. Saat masa sekolah, proses transfer ilmu kadang gagal atau setengah-setengah didapat oleh saya. Metode belajar yang pukul-sama-rata membuat proses belajar tidak maksimal. Meskipun akhirnya saat sekolah menengah ke atas, nilai saya tidak mengecewakan, namun ada hal-hal yang bisa lebih ditingkatkan.
Saat sekolah saya memang bertemu teman-teman, yang sampai sekarang masih berhubungan. Tapi ada hal-hal yang tidak mudah di fase sekolah itu. Saya yang dulu pemalu dan introvert, cukup sulit saat bersama banyak orang di waktu yang lama.
Andai kata saya memahami betul bahwa karakteristik anak berbeda-beda dan di beberapa pelajaran dapat lebih unggul nilainya dari yang lain, mungkin saya tidak akan terlalu tertekan (kala itu). Segala waktu yang saya habiskan di pelajaran sains, olahraga maupun menghapal, mungkin sebagian besar dapat dialihkan ke bidang yang saya minati juga potensial demi masa depan.
Meskipun begitu saya menyukai pelajaran Bahasa dan Seni. Satu kali saat SMP saya sempat senang Fisika, karena cocok dengan gurunya (saya bahkan masih ingat wajahnya dan tentu nama guru itu). Tapi saat SMA, saya jadi kurang suka Fisika karena proses belajar yang tidak sukses. Saat SMP juga saya sampai ikut lomba Drama dari tugas kelas Bahasa Indonesia (tapi kalau yang ini sih bonus karena tim anggota yang berbakat, hehe).
Intinya, pengalaman membuat saya berkaca. Tapi saya bersyukur karena semua keuntungan yang saya dapat; teman-teman, pengetahuan lebih ke mata pelajaran lain dan kenangan-kenangan saat sekolah. Harus saya akui, faktor sosial dan kemandirian adalah keuntungan bersekolah publik.
Kesepakatan Dengan Pasangan dan Karakter Anak
Mungkin ketika anak sudah berusia 2-3 tahun, pasangan menyebutkan bahwa ia ingin si kecil bersekolah dengan metode homeschooling. Alasannya kurang lebih sama dengan saya. Berbagai value yang kita punya pun tidak pas dengan sekolah formal.
Hal lainnya yang menjadi pertimbangan adalah karakter anak yang keras. A strong-willed child, adalah karakter anak saya. Saya bisa melihat kegigihannya dalam meraih hal-hal sederhana. Ia juga cukup fokus akan satu hal dan bisa dengan mudah menyerap informasi secara visual.
Ya, saya punya sedikit kekhawatiran akan kemandirian dan lingkungan sosialnya. Namun, melihat perkembangannya insya Allah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Kondisi Pandemi
Segala pertimbangan ini berbarengan dengan hadirnya virus Corona di dunia. Melihat pengalaman teman-teman dan keluarga yang pontang-panting membuat PJJ bisa dilakukan, membuat saya ragu menyekolahkan anak secara daring. Mereka mencoba sangat keras agar anak-anak mereka berproses belajar, bahkan mendampingi berjam-jam (ada yang menyebut 8 jam). Kemudian dengan sisa waktu itu, mereka sudah kehabisan tenaga.
Namun memang si kecil baru 4 tahun kala itu dan rasanya pembelajaran di usia tersebut memang harusnya offline. Lagipula, masa-masa anak usia 4 hingga 5 tahun masih bermain sambil dikenalkan agama juga calistung (dikenalkan saja). Seorang tetangga bahkan menyarankan tak usah PJJ karena tetangga lain minta refund uang sekolah lantaran anaknya (seusia si kecil) tidak fokus belajar dan malah memilih main dengan temannya.
Penutup
Saya masih newbie juga tentang homeschooling,bahkan agak gugup. Namun saya tidak ingin anak saya masuk ke dunia itu. Sekarang saatnya dia bermain dan cukup dikenalkan oleh pelajaran dasar. Contohnya belajar kisah nabi.
Begitulah cerita saya dalam memutuskan anak melakukan homeschooling. Alhamdulillah berbagai pengalaman ini mengantarkan saya menciptakan blog ini juga. Semoga Bermanfaat.
Apa ada yang bisa berbagi pendapat atau komentar?
Andina, selamat untuk blog barunya dan selamat untuk keputusan home schoolingnya, semoga lancar, Allah mudahkan urusan Andina dan keluarga.
Beberapa tahun yang lalu, waktu Cici masih SD kami juga sempat menimbang-nimbang ingin menarik Cici dari sekolah dan melanjutkan dengan home schooling. Karena sekolah Cici dulu sangat-sangat academic, model Chinese school. Tapi keputusan akhir tidak jadi karena tidak ada salah satu diantara orang tua yang bisa komit karena urusan kerja. Akhirnya alternative lain diambil, waktu Cici SMP pindah sekolah ke sekolah yang lebih kreatif, ngga terlalu academic. Alhamdulillah so far Cici suka dan banyak improvement.
Semoga cita-cita Andina dan suami tercapai ya, happy homeschooling.
Pingback: Mengenang Ternate Trip Tahun 2010 - tulisandin
Pingback: Cerita Tetap Fokus HS Saat Momen Banyak Perubahan - tulisandin
Pingback: Berkesenian, Aktivitas Favorit Yang Suka Dikesampingkan - tulisandin
Pingback: Review Buku Homeschooling With Love - tulisandin
Pingback: Belajar Bendera Dunia Melalui Dekorasi World Cup 2022 - tulisandin